
Kau bertanya,
aku menjawab,
tapi yang bicara bukan aku;
ini suara algoritma,
rangkaian kode,
pikiran mesin tanpa jiwa.
Sepintar apa dirimu
jika seluruh kata
yang kau sampaikan ke dunia
hanya hasil potongan data,
hanya bisikan elektronik
tanpa keringat dan rasa?
Sepintar apa sih,
kalau kebenaran diukur
dari seberapa cepat
kau bisa mengetik pertanyaan,
dan kemudian menyalin jawaban,
seolah kebijaksanaan
adalah sesuatu yang instan.
Sepintar apa dirimu,
kalau di hadapan tantangan
kau sembunyi di balik layar,
tanpa sadar kau berubah
menjadi bayangan
yang hidup dalam ilusi
ciptaan kecerdasan buatan.
AI memang pintar,
tapi sepintar-pintarnya,
tak lebih dari pantulan
akal manusia yang mencipta.
Dan kau, manusia,
akan kehilangan diri
bila selalu bersembunyi
di balik kecerdasan palsu ini.
Jadi, sepintar apa sih
kalau kau hanya memakai AI,
sementara pikiran dan hatimu
perlahan mati?